Situasi konflik yang lama melanda Aceh telah menyebabkan terjadinya proses kehancuran sistem adat secara perlahan – lahan, seperti melemahnya fungsi kelembagaan adat, hilangnya hak-hak adat, pendangkalan pemahaman terhadap adat dan hak masyarakat adat. Akibatnya, jurang pemahaman terhadap adat antar generasi mengalami ketimpangan. Kenyataan mengenai perubahan yang sifatnya artifisial pada lembaga adat antara lain dipengaruhi oleh runtuhnya sebahagian besar nilai-niai dan norma adat, kecuali beberapa tradisi yang terkait dengan acara-acara yang sifatnya ritual seperti acara kenduri, seperti kenduri kematian, dan kenduri mauli serta upacara pernikahan.
Tak hanya itu saja, identitas budaya Aceh dihadapkan dengan tantangan zaman yang cukup pelik. Civil society, yang mestinya menjadi pusat pembibitan para penjaga keadaban (societas civilis), beralih sebagai arena perpanjangan dan perebutan proyek. Bahkan, para pemimpin keagamaan, yang mestinya menjadi tumpuan terakhir dalam mengawasi misi profetik, berlomba menghancurkan dirinya sendiri lewat politisasi dan komersialisasi keagamaan.
Menghadapi realitas sosial tersebut, maka sudah menjadi keharusan kehendak menjadikan adat dan budaya sebagai identitas warisan masyarakat Aceh yang masih dan sangat berdaulat. Maka, hadirnya buku ini sebagai upaya merawat identitas adat dan budaya Aceh sekaligus memproklamirkan kepada dunia bahwa bangsa ini masih memiliki warisan yang gemilang dan dapat menjadi pilar kebudayaan dan peradaban bagi kehidupan nyata.
| Harga | Rp.100,000.00 |
| Ukuran: | 14cm x 21cm (LxW) |
| Berat: | 500 g |
Product Description
Penulis : Junaidi Ahmad
ISBN : (sedang proses)
Editor : Syah Reza Ayub
Tebal: xxii, 263 hlm
Cover: Soft Cover
Situasi konflik yang lama melanda Aceh telah menyebabkan terjadinya proses kehancuran sistem adat secara perlahan – lahan, seperti melemahnya fungsi kelembagaan adat, hilangnya hak-hak adat, pendangkalan pemahaman terhadap adat dan hak masyarakat adat. Akibatnya, jurang pemahaman terhadap adat antar generasi mengalami ketimpangan. Kenyataan mengenai perubahan yang sifatnya artifisial pada lembaga adat antara lain dipengaruhi oleh runtuhnya sebahagian besar nilai-niai dan norma adat, kecuali beberapa tradisi yang terkait dengan acara-acara yang sifatnya ritual seperti acara kenduri, seperti kenduri kematian, dan kenduri mauli serta upacara pernikahan.
Tak hanya itu saja, identitas budaya Aceh dihadapkan dengan tantangan zaman yang cukup pelik. Civil society, yang mestinya menjadi pusat pembibitan para penjaga keadaban (societas civilis), beralih sebagai arena perpanjangan dan perebutan proyek. Bahkan, para pemimpin keagamaan, yang mestinya menjadi tumpuan terakhir dalam mengawasi misi profetik, berlomba menghancurkan dirinya sendiri lewat politisasi dan komersialisasi keagamaan.
Menghadapi realitas sosial tersebut, maka sudah menjadi keharusan kehendak menjadikan adat dan budaya sebagai identitas warisan masyarakat Aceh yang masih dan sangat berdaulat. Maka, hadirnya buku ini sebagai upaya merawat identitas adat dan budaya Aceh sekaligus memproklamirkan kepada dunia bahwa bangsa ini masih memiliki warisan yang gemilang dan dapat menjadi pilar kebudayaan dan peradaban bagi kehidupan nyata.
